Kamis, 06 Agustus 2020

Istilah Nusantara


"Penggunaan istilah Nusantara memiliki cakupan yang sangat luas. Beberapa diantaranya adalah Nusantara yang diasosiasikan pada wilayah kekuasaan Majapahit pada abad ke-14 sebagaimana yang tercatat dalam Naskah Negara Kertagama khususnya pada peristiwa sumpah palapa Mahapatih Gadjah Mada sebagai upaya untuk mempersatukan Wilayah Nusantara".

Nusantara


Penggunaan istilah Nusantara memiliki cakupan yang sangat luas. Beberapa diantaranya adalah Nusantara yang diasosiasikan pada wilayah kekuasaan Majapahit pada abad ke-14 sebagaimana yang tercatat dalam Naskah Negara Kertagama khususnya pada peristiwa sumpah palapa Mahapatih Gadjah Mada sebagai upaya untuk mempersatukan “Wilayah Nusantara (Jika mengacu pada sumpah palapa bahwa wilayah kekuasaan Majapahit yang dikenal sebagai Nusantara meliputi Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Manila Philipina, Tumasik Singapura, Vietnam, Kamboja dan sebuah Ayodya yang dapat mengacu pada wilayah kecil kuno di wilayah India.)”.

Istilah Nusantara selain mengacu pada ikrar Gadjah mada dalam sumpah palapa juga mengacu pada pengelompokan wilayah berdasarkan pada kajian antardisiplin arkeologi dan antropologi. Dalam kajian antar disiplin tersebut terdapat sebuah klasifikasi  teoritis yang  disepakati oleh para ahli sebagai masyarakat berbudaya Dongson (Nama Dongson mengacu pada nama wilayah yang terletak di wilayah Vietnam. Budaya Dongson sendiri adalah budaya pembuatan perunggu seperti nekara, kapak, bejana dan alat-alat yang menyokong kehidupan masyarkat Dongson saat itu.) yang mencakup wilayah-wilayah Nusantara. Masyarakat berbudaya Dongson memiliki kemiripan wilayah sebagaimana yang diasumsikan dalam Negara Kertagama dimana kebudayaan pembuatan perunggu tersebut berpusat di wilayah Dongson yaitu nama salah satu wilayah di Vietnam (Hipotesis yang menyatakan bahwa budaya Dongson sebagai pusat budaya Nusantara bisa saja benar karena fakta lain yang mendukung seperti adanya prasasti berbahasa Melayu tertua justru terdapat di sini tepatnya di wilayah Dong-yen chau di sebelah selatan teluk Tourane yang berasal dari abad ke-4 M yaitu tiga abad lebih tua dari prasasti Melayu  yang terdapat di Sumatera 683 M maupun prasasti-prasasti Melayu–Jawa kuno yang terdapat di pulau Jawa. (Periksa Lombard 1981:286)) .

Istilah Nusantara selain mengacu pada peristiwa sumpah palapa, masyarakat berbudaya Dongson, juga terdapat  penggunaan istilah Nusantara yang juga seringkali tumpang  tindih dengan penggunaan istilah Melayu (Penggunaan yang bersifat tumpang tindih antara Nusantara dan wilayah Melayu karena dalam kenyataannya memang semua wilayah Nusantara tersebut berpenutur bahasa Melayu. Secara etimologis kata Melayu berasal dari proto Melayu Javanic yang bermakna gesit, pergi, rantau, lari atau hijrah (baca, Saidi: 2003). Dengan demikian Melayu dapat dimaknai sebagai sebuah simbol yang bergerak, berdinamika dan berorganisme dan tidak berhenti pada satu ruang dan waktu. Melayu sejalan dengan namanya yang bersifat bergerak, berdinamika atau berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain dari satu peradaban ke peradaban yang lain). Selain penggunaan kata Melayu dan Nusantara juga terdapat penggunaan istilah lain khususnya dalam kajian linguistik yaitu Austronesia dan Polinesia yang keduanya juga samasama mengacu pada entitas Nusantara. Istilah Austronesia (Istilah Austronesia secara etimologis berasal dari bahasa yunani austro ‘pulau’ dan nesos ‘selatan’. Istilah Austronesia umum digunakan dalam kajian-kajian linguistik terutama lingustic historis comparatives/diakronis)  sendiri mengacu pada wilayah yang terdapat di Wilayah selatan dengan India dan Cina di wilayah Utaranya. Dengan demikian bahwa Austronesia yang dimaksud adalah Asia Tenggara yang sebagian besar merupakan penutur bahasa Melayu.